Jumat, 26 Juni 2009

Tarian Cendana

Mentari Masih menyisakan sinar keremajaannya,
saat Para cendana menari cantik, di iringi biduan pagi nan berseri...
ah.... merdunya suara musik dari celah dedaunan berbisik....
tarian mendayu-dayu cendana, menyambut seruan birahi sang Surya,
yang masih tersenyum genit dibalik selimut pagi...

aha.... sang surya terus merayu, membuat cendana tambah khusuk dalam penghambaannya,
pada sang surya mereka berlomba, siapakah yang tariannya dapat menggoda sang surya,
agar mereka terus meninggi, menggapai cinta birahi sang mentari....

owh... lihatlah cendana tua di sudut sana,
tak mampu lagi menari elok merayu cahaya, ia patah dalam menghadapi kenyataan,
bahwa sendi-sendi telah rapuh dimakan zaman....

sejenak sesadar terhadap kehidupan, bahwa Rayuan sang surya hanya sebuah fatamorgana,
dalam diamnya ia berbahasa "umurku tlah kuhabiskan tuk merayu sang mentari, aku adalah hamba surya yang sangat setia, dalam badai ataupun kemarau, aku tegar.... aku tetap menjulang tinggi guna memenuhi hasrat Birahi, aku ingin mencumbu surya.... menikmati keabadian hangat sinarnya, namun hingga kini, sepandai apapun kau merayunya, seindah apapun biduan yang kau persembahkan, keabadian itu hanya Fatamorgana, dan biarkan saja ia kan tetap jadi utophia..."

cendana tua berusaha berbagi lara, tetapi penerusnya terus berderai dalam alunan simphoni alam,
rayuan sang mentari membuat mereka terlupa. bahwa pengalaman pahit cendana tua, adalah pelajaran yang sangat berharga,

Biarkan Para cendana talam tariannya, biarkan mereka mengikuti birahi sang surya, biarkan waktu yang akan bicara, bahwa biduan, nyanyan, dan rayuan yang mereka suguhkan..... hanya mendatangkan kesia-siaan......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar